Mukidi dan Bola Pingpong
Di kelas 1 SD, Mukidi mendapat rangking 1. Sang ayah menawarkan untuk membelikan tas baru sebagai hadiah, tapi Mukidi meminta bola pingpong. Sampai kelas 6 SD, Mukidi selalu rangking 1. Sang ayah selalu menawarkan hadiah menarik seperti sepeda, laptop dsb, tapi Mukidi selalu menolak hadiah itu dan meminta bola pingpong.
"Untuk apa kau meminta bola pingpong?, tanya ayah.
"suatu saat nanti akan aku beritahu", jawab anaknya.
Setelah lulus SMP dengan nilai tertinggi, sang ayah menawarkan motor baru sebagai hadiah, tapi si Mukidi tetap meminta bola pingpong saja.
"Untuk apa kau begini banyak meminta bola pingpong?, tanya ayah.
"suatu saat nanti akan aku beritahu, ayah…", jawabanaknya.
Lulus SMA dengan nilai paling baik di sekolah favorit, sang ayah menawarkan mobil pada Mukidi, tapi dia masih meminta bola pingpong. Ketika ditanya, jawabannya masih sama. Lulus kuliah dengan hasil yang sangat baik dan diterima bekerja di perusahaan ternama, sang ayah menawarkan rumah mewah untuk anaknya, namun Mukidi masih meminta bola pingpong sebagai hadiah.
Saat menikah pun, Mukidi masih memilih bola pingpong sebagai hadiah. Setelah bertahun-tahun, sang ayah sakit dan mendekati ajalnya, dia menelefon Mukidi,
"sudah saatnya kau beritahu ayah, sebenarnya untuk apa semua bola pingpong yang kau minta selama ini?”, tanya sang ayah terbatuk-batuk.
"Biar aku yang ke sana ayah, akan aku katakan semuanya". Jawab Mukidi
Di perjalanan menuju rumah sakit, Mukidi mengalami tabrakan yang merenggut ajalnya dan tidak ada seorang pun tahu apa maksud dari bola pingpong yang dimintanya sejak kecila
"Untuk apa kau meminta bola pingpong?, tanya ayah.
"suatu saat nanti akan aku beritahu", jawab anaknya.
Setelah lulus SMP dengan nilai tertinggi, sang ayah menawarkan motor baru sebagai hadiah, tapi si Mukidi tetap meminta bola pingpong saja.
"Untuk apa kau begini banyak meminta bola pingpong?, tanya ayah.
"suatu saat nanti akan aku beritahu, ayah…", jawabanaknya.
Lulus SMA dengan nilai paling baik di sekolah favorit, sang ayah menawarkan mobil pada Mukidi, tapi dia masih meminta bola pingpong. Ketika ditanya, jawabannya masih sama. Lulus kuliah dengan hasil yang sangat baik dan diterima bekerja di perusahaan ternama, sang ayah menawarkan rumah mewah untuk anaknya, namun Mukidi masih meminta bola pingpong sebagai hadiah.
Saat menikah pun, Mukidi masih memilih bola pingpong sebagai hadiah. Setelah bertahun-tahun, sang ayah sakit dan mendekati ajalnya, dia menelefon Mukidi,
"sudah saatnya kau beritahu ayah, sebenarnya untuk apa semua bola pingpong yang kau minta selama ini?”, tanya sang ayah terbatuk-batuk.
"Biar aku yang ke sana ayah, akan aku katakan semuanya". Jawab Mukidi
Di perjalanan menuju rumah sakit, Mukidi mengalami tabrakan yang merenggut ajalnya dan tidak ada seorang pun tahu apa maksud dari bola pingpong yang dimintanya sejak kecila